Indonesia, dengan komitmennya terhadap dekarbonisasi, sedang menjajaki berbagai opsi energi bersih. Salah satu yang paling menjanjikan adalah amonia hijau sebagai bahan bakar alternatif untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Potensinya sangat besar, terutama untuk mengurangi emisi karbon dari sektor kelistrikan yang masih didominasi batubara, menjadikannya pilihan futuristik.
Amonia hijau diproduksi menggunakan hidrogen yang berasal dari elektrolisis air, dengan energi yang sepenuhnya terbarukan. Proses ini memastikan jejak karbon yang minimal, berbeda dengan amonia konvensional yang diproduksi dari gas alam. Ini menjadikannya solusi menarik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Sebagai bahan bakar, amonia memiliki beberapa keunggulan. Ia relatif mudah disimpan dan diangkut dibandingkan hidrogen murni. Infrastruktur untuk penyimpanan dan distribusi amonia sudah ada secara global, meskipun perlu adaptasi untuk skala besar sebagai bahan bakar.
PLTU batubara yang ada berpotensi untuk co-firing dengan amonia. Artinya, mereka bisa membakar campuran batubara dan amonia secara bersamaan. Ini memungkinkan transisi bertahap menuju bahan bakar yang lebih bersih tanpa harus membangun pembangkit baru sepenuhnya, menghemat investasi futuristik besar.
Tantangan utama dalam penggunaan amonia hijau adalah efisiensi pembakaran dan emisi NOx (nitrogen oksida). Pembakaran amonia dapat menghasilkan NOx dalam jumlah tinggi, yang merupakan polutan udara berbahaya. Diperlukan teknologi pembakaran canggih untuk meminimalkan emisi ini.
Selain itu, biaya produksi amonia hijau saat ini masih lebih tinggi dibandingkan batubara. Diperlukan inovasi teknologi dan skala ekonomi yang lebih besar untuk menurunkan biaya ini, menjadikannya kompetitif di pasar energi. Ini akan memerlukan dukungan kebijakan yang kuat.
Pemerintah Indonesia sedang mengkaji kelayakan dan potensi amonia sebagai bahan bakar. Studi dan proyek percontohan sedang dilakukan untuk memahami tantangan teknis dan ekonomisnya secara lebih mendalam. Ini adalah langkah penting dalam menentukan arah kebijakan energi masa depan.
Pengembangan rantai pasok amonia hijau juga menjadi fokus. Ini mencakup produksi skala besar, fasilitas penyimpanan, dan sistem transportasi yang efisien. Membangun ekosistem ini akan membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan investasi yang signifikan.
